Anime
Anime (アニメ) (baca: a-ni-me, bukan a-nim) adalah animasi khas Jepang, yang biasanya dicirikan melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton. Anime dipengaruhi gaya gambar manga, komik khas Jepang.Kata anime tampil dalam bentuk tulisan dalam tiga karakter katakana a, ni, me (アニメ) yang merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris "Animation" dan diucapkan sebagai "Anime-shon".
Anime pertama yang mencapai kepopuleran yang luas adalah Astro Boy karya Ozamu Tezuka pada tahun 1963. Sekarang anime sudah sangat berkembang jika dibandingkan dengan anime zaman dulu. Dengan grafik yang sudah berkembang sampai alur cerita yang lebih menarik dan seru. Masyarakat Jepang sangat antusias menonton anime dan membaca manga. Dari anak-anak sampai orang dewasa. Mereka menganggap, anime itu sebagai bagian dari kehidupan mereka, Hal ini yang membuat beberapa televisi kabel yang terkenal akan beberapa film kartunnya, seperti Cartoon Network dan Nickelodeon mengekspor kartunnya. Untuk bisa mendapatkan anime, mereka harus membeli DVD/VCD anime atau mereka bisa mendownload anime itu dari situs-situs penyedia layanan Direct Download Link (DDL). Sekarang anime menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan bagi semua orang, dan banyak juga orang yang memanfaatkan hal ini untuk sebuah tindakan kejahatan. Pembuat anime itu sendiri disebut animator.Para Animator itu bekerja disebuah perusahaan media untuk memproduksi sebuah anime. Di dalam perusahaan itu, terdapat beberapa animator yang saling bekerja sama untuk menghasilkan sebuah anime yang berkualitas. Tapi sangat disayangkan, gaji dari para animator tersebut kecil jika dibandingkan dengan kerja keras mereka. Hal ini yang membuat para animator enggan untuk bekerja secara professional. Mereka merasa hal itu tidak sebanding dengan usaha yang telah mereka lakukan. Para animator itu sendiri sering disebut Seniman Bayangan. Karena mereka bekerja seperti seorang seniman yang berusaha mengedepankan unsur cerita dan unsur intrinsiknya.
Pembajakan juga mempersulit para animator untuk mendapatkan keuntungan penuh dari hasil kerja keras mereka, meski ternyata juga ada "gosip" yang mengatakan bahwa ada juga pihak produsen anime itu sendiri yang menyebarluaskan karya mereka diluar jalur perdagangan resmi (mungkin gratisan atau dibajak) dengan tujuan untuk lebih mempopulerkan hasil karya mereka.
Tidak sedikit yang orang yang pergi ke Jepang untuk belajar mengenai pembuatan anime (dan manga tentunya) karena tertarik setelah melihat berbagai anime yang telah menyebar ke berbagai pelosok dunia di berbagai benua. Adapun pihak yang membuat hasil karya yang serupa atau bahkan mungkin meniru ciri anime, misalnya Korea dan beberapa negara Asia lainnya.
Teknologi CG (Computer Graphics) dan Teknologi Visual, Komputer dsb telah mempermudah pembuatan anime sekarang ini, karena itu ada yang menganggap bahwa kualitas artistiknya lebih rendah dibandingkan dengan anime masa lalu. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa kualitas gambarnya pun sekarang ini lebih nikmat dilihat dan lebih mudah dimengerti karena gambarnya lebih proporsional dan warnanya lebih bagus, ditambah keberadaan teknologi HD.
Definisi dan karakteristik anime
Animasi Jepang lebih dikenal dengan istilah anime. Istilah tersebut sesungguhnya merupakan kata serapan bahasa Jepang terhadap kata animation, dan mengadopsi arti yang sama [istilah anime mulai digunakan sekitar tahun 1970-an]. Namun dalam perkembangannya, istilah tersebut lebih populer bagi kalangan non-Jepang untuk menyebut animasi-animasi yang berasal dari Jepang. Meskipun begitu perlu diketahui bahwa bagi masyarakat Jepang istilah anime tersebut sebetulnya mencakup semua jenis animasi, termasuk, misalnya saja, animasi Disney.
Anime memiliki karakteristik visual yang sangat bervariasi dan tidak memiliki gaya yang baku dan digunakan oleh semua anime. Namun secara umum anime Jepang dapat dikenali dengan penggambaran tokoh fisik yang berlebihan/non-realistik, seperti mata yang besar ataupun gaya rambut yang liar. Umumnya penggambaran tubuh karakter tidak mengikuti proporsi normal. Karakteristik visual tersebut sebetulnya sejalan dengan gaya ilustrasi yang umum digunakan di Jepang, termasuk manga [komik]. Gaya semacam itu, walaupun sesungguhnya tidak dipatenkan oleh Jepang, namun sudah menjadi gaya yang identik dengan Jepang. Gaya itu dipopulerkan oleh Ozamu Tezuka [1928-89], seorang mangaka (komikus) dan animator Jepang legendaris yang dijuluki God of manga and anime, yang pada awalnya sebetulnya terpengaruh oleh gaya kartun-kartun barat. Ia menganggap ukuran mata yang besar dapat mengekspresikan emosi yang lebih kuat. Gaya semacam itu ia tunjukkan dalam manga-manga karyanya, yang kemudian mempengaruhi banyak mangaka untuk menggunakan gaya serupa.
Selain dalam gaya ilustrasinya, kedekatan anime dan manga juga terlihat dari penggunaan bahasa visual yang khas digunakan dalam manga untuk mengekspresikan mood maupun pikiran tokoh-tokohnya (penggunaannya sangat kental terutama pada genre komedi) dalam variasi yang sangat banyak, dibandingkan animasi barat. Beberapa anime menyertakan teks di background. Ada juga yang menyertakan balon kata sebagai cara untuk memvisualisasikan ekspresi karakternya dan masih banyak lagi.
Ciri khas anime lainnya adalah dominannya penggunaan tekhnik animasi tradisional menggunakan cel. Sampai awal 90-an hampir semua anime masih menggunakan teknik animasi tradisional. Ketika tekhnologi digital masuk ke dalam proses pembuatan animasi sekitar pertengahan ‘90-an, studio-studio mulai memproduksi anime mengikuti tren tersebut, walaupun masih ada beberapa studio seperti Ghibli yang masih setia terhadap animasi tradisional pada sebagian besar produknya, dan hanya menggunakan tekhnologi digital sebagai pelengkap. Poin penting dalam anime menurut Susan J. Napier:
Merupakan sebuah karya seni kontemporer Jepang yang kaya dan menarik, dengan kekhasan estetika naratif dan visual, yang berakar pada budaya tradisional Jepang dan menjangkau perkembangan seni dan media terkini.
Dengan variasi subjek dan materinya, anime adalah sebuah cermin yang berguna pada masyarakat kontemporer Jepang.
Anime merupakan fenomena global, baik sebagai kekuatan budaya maupun komersil.
Membawa pencerahan pada isu yang lebih luas pada hubungan antara budaya lokal dan global. Sebagai sebuah aksi untuk melawan hegemoni dari globalisasi. Anime tetap memiliki akar ke-Jepang-annya, tetapi ia juga mampu mempengaruhi lebih pada wilayah di luar wilayah asalnya. Memiliki gaya visual yang khas, seperti yang ditunjukkan pada anime tahun 1970-an yang memiliki tracking shots, pengambilan gambar yang panjang bagi pembangunan sebuah shot, panning yang ‘berlebihan’, sudut pandang kamera yang tidak biasa serta pemanfaatan extreme close up.
Sebagai karya seni naratif, sebuah medium dengan elemen-elemen visual yang khas, dikombinasikan dengan perpaduan dari struktur yang generik, tematik, dan filosofis untuk menghasilkan sebuah dunia estetika yang unik.
Animasi dewasa sendiri dapat dicirikan sebagai animasi yang baik unsur visual, audio, maupun ceritanya mengandung tema-tema atau membawakan adegan, atau memperdengarkan materi-materi seks, kekerasan, serta memuat topik-topik khusus tertentu [anggaplah, politik misalnya] yang secara umum tidak menjadi konsumsi anak-anak. Osamu Tezuka sudah membuat anime dengan target penonton dewasa seperti A Thousand and One Night pada tahun 1969. Menilik berbagai elemennya, anime seperti Akira (1988) dapat digolongkan sebagai animasi untuk dewasa. Secara tematik Akira mengandung berbagai elemen yang berat seperti psychokinetic, korupsi, kerusuhan, revolusi, cyberpunk/transhumanism, pendidikan, degradasi moral, religiusitas, dsb. Plot cerita rumit disertai berbagai flash back. Berbagai adegan dipenuhi kekerasan, nudity, serta bahasa kasar. Contoh lainnya antara lain Ah! My Goddess, Ghost in the Shell, Tekkon Kinkreet, Cowboy Beebob, Perfect Blue, Millenium Actress, Paprika, Macross, Neon Genesis Evangelion, Princess Mononoke, Serial Experiment Lain, dll
Sebagai sebuah budaya populer anime memiliki jangkauan yang luas, meliputi segala aspek di masyarakat dan budaya, tidak hanya trend yang paling kontemporer dan terbaru, tetapi juga sejarah, religi, filosofi dan politik. Dalam perkembangannya anime telah digunakan oleh animator-animator Jepang untuk mengeksplorasi berbagai macam gaya, ide cerita, serta tema, dari yang ditujukan untuk anak-anak, remaja, hingga dewasa. Genre-genre utama yang banyak muncul dalam anime antara lain:
-Action/Adventure: Mengutamakan fokus pada pertarungan, perang, maupun persaingan fisik. Genre ini juga dikuatkan oleh seni/teknik-teknik bela diri, senjata, maupun berbagai macam aksi dari yang realistik hingga mustahil. Contohnya antara lain; Naruto, One Piece, Samurai X, Dragon Ball, Bleach
- Drama: membangun cerita lewat pengembangan karakter dan tema-tema yang emosional, serta kekomplesan hubungan antar tokoh. Contohnya Fushigi Y?gi, Kare Kano
-Game Based: cerita berpusat seputar permainan-permainan. Contohnya Yu-Gi-Oh!, Hikaru no Go, Beyblade, Duel Master
-Horror: menggunakan tema-tema supernatural yang gelap. Contohnya Vampire Hunter D series or Higurashi no naku kuru ni.
-Science fiction: Fokus pada hal-hal futuristik, khususnya tekhnologi-tekhnologi di masa depan. Bisa juga mencakup penelitian yang berkaitan dengan sains dimasa kini dan penemuan-penemuan yang dihubungkan dengan kebutuhan manusia. Contohnya: Ghost in the Shell, Akira, Paprika, atau Royal Space Force: The Wings of Honneamise
Anime juga dapat dikategorikan menurut target penontonnya, antara lain:
-Sh?jo: Anime shojo diperuntukkan untuk penonton remaja perempuan. Contohnya: Fruits Basket, Sailor Moon, Cardcaptor Sakura.
-Sh?nen: Diperuntukkan bagi remaja laki-laki.Contohnya: Dragon Ball Z, Naruto, Bleach, Black Cat, Digimon .
-Seinen: Target penontonnya adalah laki-laki dewasa. Contohnya: Oh My Goddess!, Cowboy Bebop , Akira
-Josei: Target penontonnya wanita dewasa. Examples: Gokusen or Honey and Clover, Hataraki Man
-Kodomo is Bahasa Jepang yang artinya “anak-anak”. Sesuai namanya, anime ini ditujukan untuk penonton anak-anak contohnya: Hello Kitty, Hamtaro.
Sejarah perkembangan anime di Jepang
Animasi menjadi populer di Jepang pada abad 20 sebagai media alternatif dalam penceritaan selain live action. Fleksibilitas variasi penggunaan teknik-teknik animasi memberi kesempatan bagi para pembuat film di Jepang untuk mengeksplorasi bermacam ide, karakter, setting yang sulit dilakukan dalam format live action dengan biaya yang terbatas. Pada era ’70-an popularitas manga yang menanjak memberi para animator Jepang peluang untuk mengadaptasikannya ke dalam industri animasi. Anime dapat digolongkan pada budaya populer [di Jepang] atau pada sub-kultur [di Amerika Serikat]. Sebagai sebuah budaya populer, anime telah dilihat sebagai karya seni intelektual yang menantang.
Sejarah karya animasi di Jepang diawali dengan dilakukannya eksperimen pertama dalam animasi oleh Shimokawa Bokoten, Koichi Junichi, dan Kitayama Seitaro pada tahun 1913. Kemudian diikuti film pendek [hanya berdurasi sekitar 5 menit] karya Oten Shimokawa yang berjudul Imokawa Mukuzo Genkanban no Maki tahun 1917. Pada saat itu Oten membutuhkan waktu 6 bulan hanya untuk mengerjakan animasi sepanjang 5 menit tersebut dan masih berupa “film bisu”. Karya Oten itu kemudian disusul dengan anime berjudul Saru Kani Kassen dan Momotaro hasil karya Seitaro Kitayama pada tahun 1918, yang dibuat untuk pihak movie company Nihon Katsudo Shashin [Nikatsu].
Pada tahun 1927, Amerika Serikat telah berhasil membuat animasi dengan menggunakan suara [pada saat itu hanya menggunakan background music]. Jepang kemudian mengikuti langkah itu dan anime pertama dengan menggunakan suara musik adalah Kujira [1927] karya Noburo Ofuji. Sedangkan anime pertama yang “berbicara” adalah karya Ofuji yang berjudul Kuro Nyago [1930] dan berdurasi 90 detik. Salah satu anime yang tercatat sebelum meletus Perang Dunia II dan merupakan anime pertama dengan menggunakan optic track [seperti yang digunakan pada masa sekarang] adalah Chikara To Onna No Yononaka [1932] karya Kenzo Masaoka.
Dalam tahun 1943 Masaoka bersama dengan seorang muridnya, Senoo Kosei, mereka membuat kurang lebih lima episode anime berjudul Momotaro no Umiwashi [Momotaro, the Sea Eagle]. Anime yang ditayangkan ini merupakan anime Jepang pertama dengan durasi lebih dari 30 menit [short animated feature film]. Mendekati akhir dari Perang Pasifik, yaitu pada bulan April 1945, Senoo telah membuat dan menampilkan kurang lebih sembilan episode anime yang merupakan karya besarnya, Momotaro: Umi no Shinpei [Momotaro: Devine Soldier of the Sea]. Anime ini merupakan anime Jepang pertama yang berdurasi panjang, yaitu sekitar 72 menit [animated feature film]. Keduanya adalah anime propaganda yang mengadaptasi dari cerita legenda terkenal Jepang, Momotaro, dan merupakan salah satu dari anime terpopuler pada masa tersebut.
Setelah Perang Dunia II, industri anime dan manga bangkit kembali berkat Osamu Tezuka. Ia yang pada saat itu baru berusia sekitar 20 tahun membuat Shintakarajima(New Treasure Island) yang muncul pada tahun 1947. Hanya dalam beberapa tahun saja, Tezuka kemudian menjadi sangat terkenal. Ketika habis masa kontraknya dengan Toei pada tahun 1962, Tezuka kemudian mendirikan Osamu Tezuka Production Animation Departement, yang kemudian disebut dengan Mushi Productions dengan produksi pertamanya film pendek berjudul Aru Machi Kado no Monogatari [1962]. Produk Mushi Production yang terkenal adalah Tetsuwan Atom. Namun Tetsuwan Atom bukanlah animasi televisi buatan lokal pertama yang ditayangkan. Tahun 1960 adalah pertama kalinya ditayangkan anime TV di Jepang, yaitu Mittsu no Hanashi [Tree Tales] – The Third Blood yang merupakan anime TV Special. Dilanjutkan dengan penayangan serial anime TV produksi Otogi-Pro berjudul Instant Story pada tanggal 1 Mei 1961 di stasiun televisi Fuji [Fuji Terebi]. Walaupun hanya berdurasi 3 menit serial ini cukup mendapat popularitas serta bertahan hingga tahun 1962. Penayangan anime tersebut merupakan merupakan tanda bagi kelahiran anime TV Series produksi Jepang yang pertama. Meski demikian, Tetsuwan Atom adalah anime pertama yang ditayangkan secara reguler. Acara ini sangat terkenal bahkan sampai ke beberapa negara di luar Jepang [di Amerika Tetsuwan Atom dikenal sebagai Astro Boy].
Sekitar tahun 1960-an, anime di televisi kebanyakan masih ditujukan untuk anak-anak. Materi cerita yang disajikan masih berkisar dalam kebaikan melawan kejahatan dan sesuatu yang lucu. Meski demikian dalam beberapa anime seperti 8-Man, diceritakan bahwa tokoh utamanya mati terbunuh kemudian dihidupkan kembali sebagai cyborg atau bahkan Mach Go Go Go dengan plot yang agak mendalam tetapi semua masih tetap menitikberatkan pada pertentangan antara kebaikan dan kejahatan.
Perubahan baru mulai tampak terjadi pada era 1970-an. Anime yang diangkat dari karya mangaka dengan nama Monkey Punchyaitu Lupin Sansei [Lupin III] menjadi anime yang ditujukan bagi penonton dewasa dengan menyajikan humor-humor dewasa dan slapstik. Acara televisi ini ternyata sangat digemari sehingga muncul dalam bentuk film dan bahkan serial televisinya pun dibuat menjadi 2 sekuel.
Memasuki era 80-an, anime semakin digemari dan semakin banyak produser film yang berusaha memenuhi keinginan masyarakat. Pertumbuhan ini semakin ditunjang dengan munculnya kaset video sebagai media. Dengan adanya teknologi VCR, masyarakat bisa memperoleh anime kesayangan mereka dalam bentuk video. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya versi video sebuah anime yang langsung dijual kepada masyarakat tanpa harus ditayangkan di televisi terlebih dahulu. [Dikenal dengan istilah OVA - Original Video Animation atau OAV - Original Animated Video].
Pada era tersebutlah anime-anime dewasa mulai bermunculan. Salah satu karya yang booming pada masa itu adalah karya Katsuhiro Otomo, Akira [1988]. Walaupun dalam lingkup domestic Akira tidak menjadi box office, namun di luar Jepang Akira membawa kepopuleran anime dan menjadi terobosan baru baik dari segi tekhnik animasi maupun konten ceritanya. Anime lain yang sukses besar diera ’80-an adalah Kaze no Tani no Nausicaa(1984) karya Hayao Miyazaki. Anime ini mengangkat tema lingkungan dalam balutan setting yang fantasikal, dan didukung oleh World Wide Fun for Nature. Karya Miyazaki yang lain, Kiki’s Delivery Service (1989) tidak hanya meraih keuntungan komesil yang besar, tapi juga menandai awal kerja sama Studio Ghibli dengan Walt Disney, yang sejak itu mendistribusikan animasi-animasi produksi Ghibli dibawah naungan Buena Vista entertaiment.
Tema historis juga diangkat oleh animator-animator Jepang, seperti Keiji Nakazawa mengangkat tema korban Hiroshima dengan judul Hadashi no Gen yang diangkat menjadi anime pada tahun 1983 dengan sutradara Masaki Mori. Salah satu anime terkenal lain yang mengangkat tema serupa adalah Hotaru no Haka [Grave of the Fireflies]. Dengan bermunculannya anime-anime dengan tema yang kompleks dan mendalam, maka anime telah menembus batasan “hanya untuk anak-anak” dan telah menjadi tontonan bagi berbagai macam tingkat usia pemirsa.
Memasuki 1990-an, banyak bermunculan anime-anime yang menarik secara intelektual, seperti melalui serial tv yang dianggap provokatif : Neon Genesis Evangelion karya Hideaki Anno. Pada tahun 1995 Ghost in the Shell dirilis dan disorot banyak kritik atas pendalaman filosofisnya yang berat dan visualnya yang merupakan perpaduan tekhnik animasi cel dengan komputer. dan juga Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki, membuat anime makin dikenal di pasar internasional.
Sejak era 90-an tersebut anime telah menyebar secara luas diluar Jepang. Dan memasuki abad 21, anime semakin membuktikan kualitasnya dengan diraihnya berbagai penghargaan internasional, didominasi oleh animasi studio Ghibli yang disutradarai Hayao Miyazaki. Spirited Away karya Hayao Miyazaki meraih Academy Award pada tahun 2001 untuk kategori Best animated Feature. Disusul film Miyazaki berikutnya, Howl’s Moving Castle (2004) yang dinominasikan untuk kategori yang sama pada 78th Academy Award.
Masyarakat Jepang dan anime
Masyarakat Jepang mengembangkan animasinya berdasarkan tradisi budaya tinggi, yang dipengaruhi oleh seni tradisional Jepang dan tradisi artistik dunia pada sinema dan fotografi di abad 20. Anime juga melakukan eksplorasi pada isu-isu kontemporer yang kompleks, yang mampu mencapai kalangan penonton yang lebih luas, dari anak-anak hingga dewasa.
Kita dapat memahami latar belakang perkembangan anime dewasa di Jepang melalui dua sudut pandang. Yang pertama adalah salah satu alasan kuatnya penggunaan animasi sebagai media ekspresi adalah karena kepopuleran media tersebut didalam masyarakat Jepang. Dan yang kedua adalah bahwa tema-tema berat/elemen-elemen dewasa yang terkandung dalam anime sesungguhnya merupakan cerminan perjalanan sejarah dan kebudayaan bangsa Jepang.
1. Kepopuleran anime dalam masyarakat Jepang
Pandangan yang pertama mungkin bisa dikatakan masih terlalu bias, karena sekalipun benar bahwa anime mendapatkan tempat khusus di industri hiburan, namun hal itu tidak berarti bahwa semua orang Jepang memandang tinggi media animasi. Istilah otaku (semacam penggemar fanatik, dalam hal ini, terhadap anime dan manga) mempunyai konotasi negatif dalam masyarakat Jepang. Alasan-alasan historis maupun kultural di balik popularitas anime sangatlah kompleks. Namun kita bisa mengaitkannya dengan budaya manga untuk mencari tahu asal muasal kepopuleran anime bagi masyarakat Jepang. Manga dan anime, keduanya berkembang di dalam masyarakat kontemporer Jepang dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dan keduanya bisa dibilang berdampak luas dalam berbagai bidang sosial. Frederik L. Schodt, penulis buku Manga! Manga! the World of Japanese Comics serta Dreamland Japan:Writings on Modern Manga, mengatakan, “Jepang adalah negara pertama di dunia di mana komik dapat menjadi sebuah media ekspresi yang sebenarnya.”
Biasanya anime dibuat berdasarkan cerita-cerita yang muncul pertama kali dalam bentuk manga, walaupun ada semacam perbedaan visi diantara kedua format tersebut. Manga dengan format cetaknya lebih seperti ekspresi pribadi illustratornya, sementara anime yang mengadaptasinya lebih untuk komersialitas [terutama pada anime-anime serial adaptasi]. Memang ada juga anime baik layar lebar atau televisi yang juga mengusung idealismenya sendiri.
Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa industri menjadi salah satu faktor yang terus menggaungkan anime sebagai media populer. Dua media tersebut saling menguatkan satu sama lain, yang akan berdampak pada penikmatnya. Anime yang diadaptasi dari manga, membawa variasi format yang berbeda untuk judul yang sama, yang target utamanya tentu saja adalah pembaca manganya. Hal itu akan memberikan semacam stimulasi bagi penontonnya untuk terus mengkonsumsi produk dari suatu judul, baik itu manga, anime, ataupun merchandise.
Para animator yang ada di Jepang saat ini, tentunya juga terbawa dalam arus yang sama. Mereka yang pada masa kanak-kanak atau remaja menikmati anime atau manga pada era 60-an atau 70-an, banyak yang kemudian mencoba menjadi bagian dari dunia itu [Di Jepang mangaka adalah profesi yang sangat wajar, tidak seperti di Indonesia]. Demikianlah siklus tersebut terus berlanjut sampai sekarang.
Di luar hubungannya dengan industri, kepopuleran manga dan anime bisa diasumsikan sebagai perwujudan budaya gambar yang mengakar dalam masyarakat. Secara tradisional budaya Jepang bisa dikatakan piktosentris diperlihatkan dengan penggunaan karakter dan ideogram, dan anime dan manga dengan mudahnya masuk dalam budaya visual kontemporer. Dalam bentuk modernya, manga mulai popular setelah perang dunia II, namun memiliki sejarah yang panjang dan kompleks dalam kesenian Jepang. Schodt menunjuk gambar illustrasi dari era 1200-an yang menceritakan suatu cerita secara terjukstaposisi, serta ukiyo-e [gambar cetakan diatas kayu] dan shunga [gambar erotik] sebagai bentuk awal atau bagian dari sejarah manga.
2. Tema-tema dalam anime sebagai bagian dari sejarah Jepang
Anime kini tidak lagi murni Jepang, tetapi juga terpengaruh oleh budaya barat. Namun anime tetap memiliki perbedaannya sendiri. Kandungan anime sangat spesifik meliputi budaya, isu, dan ikon yang berakar dari setting yang historis dan aktivitas sehari-hari. Bisa juga sebuah anime memperlihatkan setting budaya dari luar Jepang, atau pencampuran budaya antara Jepang dan non-Jepang. Anime [dan juga manga] kerap menggunakan karakter-karakter non-Jepang yang terlihat sebagai orang Barat, dengan penampilannya yang pirang, tetapi tetap dikategorikan sebagai gaya anime. Mamoru Oshi [sutradara dari Ghost in the Shell, Patlabor The Movie] pernah mengatakan bahwa anime adalah ‘dunia yang lain’. Dia berbeda dari realitas Jepang masa kini, tetapi lebih mertujuk pada dunia yang lain [isekai].
Sejarah panjang Jepang sendiri juga terekspresikan dalam jangkauan mode, tema dan penggambarannya dalam anime. Salah satunya contohnya adalah seringnya anime membawa suasana chaos atau kekacauan di masyarakat. Napier mengemukakan bahwa hal itu merupakan akibat dari trauma masa lalu bangsa Jepang pada masa perang dunia II. Bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki, serta mimpi buruk yang kemudian mengikutinya memberikan jalan bagi kemunculan tema-tema apokaliptik ini. Akhir dunia (kiamat) menjadi salah satu elemen penting dalam budaya visual dan cetak pada era Jepang pasca perang. Dalam tema-tema seperti ini, walaupun beberapa anime memiliki kandungan yang positif tentang harapan dan kelahiran kembali, kebanyakan anime lainnya bergerak pada tema-tema yang lebih gelap, memusatkan perhatiannya pada kehancuran masyarakat dan bahkan planet ini sendiri.
Tidak hanya tragedi bom atom dan kondisi menakutkan yang mengikutinya yang mengarah pada tema ini. Ada beberapa faktor lainnya , baik yang spesifik secara budaya ataupun spesifik untuk abad ke 20 yang memberikan kontribusi pada kelahiran tema-tema gelap dalam anime. Di antaranya adalah meningkatnya aspek keterasingan pada masyarakat urban di era industrialisasi, perbedaan yang semakin mencolok antar generasi dan peningkatan tensi antar gender. Juga problematika ekonomi yang melanda Jepang pada tahun 1989 yang membuat bergesernya nilai-nilai dan tujuan dari yang telah dibangun oleh masyarakat Jepang pasca perang terdahulu.
Walau pergeseran nilai ini sangat terasa pada generasi muda, seperti pada budaya fashion yang mengarah pada shojo dan kawaii [imut/manis], kebingungan tetap melanda masyarakat, mengarah pada pemecahan rekor angka bunuh diri pada seluruh lapisan generasi. Dapat dikatakan bahwa tema-tema apokoliptik mencerminkan akan ekspresi dari pesisme sosial masyarakatnya.
Di Jepang, anime secara umum sudah menjadi salah satu produk budaya modern, lebih daripada di negara lain. Media animasi di Jepang lebih dari sekedar sarana hiburan, tapi juga sebagai sarana ekspresi, provokasi, serta salah satu sumber pemasukan keuangan negara terbesar. Di Jepang, tokoh dari cerita animasi dapat menjadi sebuah ikon dalam bidang lain, seperti Astro Boy yang telah didaulat sebagai ‘duta keselamatan perjalanan’. Pada November 2007, Doraemon ditunjuk untuk berkeliling dunia menjalankan misi promosikan budaya Jepang. Penunjukkan itu dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Jepang Masahiko Komura sendiri. Hal itu menunjukkan bahwa Jepang menyadari kekuatan anime dan memanfaatkan sebuah budaya populer sebagai representasi serta media diplomasi bagi negerinya. Tahun 2006, di Jepang diselenggarakan ajang International Manga Award. Pemrakarsanya adalah mantan Menteri luar negeri Jepang Taro Aso, yang juga seorang penggemar komik. Aso bahkan menyamakan penghargaan ini dengan Hadiah Nobel.
Peranan media animasi yang sebesar itu membuat anime-anime Jepang menjadi sangat terbuka terhadap berbagai ide kreatif. Salah satu akibat dari hal itu bisa dilihat dari banyaknya animasi dengan target remaja-dewasa, karena animasi menjadi sarana untuk mengekspresikan berbagai macam masalah sosial.
Lebih jauh lagi, faktor spesifik dimasa kini dan kebudayaan Jepang telah berperan dalam membuat anime fokus pada berbagai macam setting yang gelap, tercermin dalam anime-anime kontemporer. Napier mendiskusikan keterasingan akibat urbanisasi dan gap antar generasi—dua masalah global yang secara khusus terus-menerus ada dalam masyarakat Jepang. Jepang juga menghadapi masalah ekonomi serius sejak kacaunya stok pasar pada 1989, mengarah pada keresahan diantara masyarakat dan meningkatnya angka bunuh diri.
Walaupun mendapat pengaruh dari animasi barat, anime telah berjalan pada jalur yang berbeda: orientasi pada kedewasaan dan kekompleksan hubungan antar makhluk hidup. Suatu hal yang sering diterjemahkan secara kasar dengan mengidentikkan anime dengan hentai.